bani Abd Al-Asyhal sedangkan Rasulullah belum selesai dimakamkan. Seseorang datang kepada Abu Bakr membisikkan agar "segera menangani masalahnya sebelum menjadi besar" (AlBaldzari, vol. one/582). Kita mengetahui bahwa Rasulullah wafat sedangkan di semenanjung Arab bangkit pergerakan nabi-nabi palsu yang mengancam Islam dan harus dipadamkan sebelum menjalar. Setidaknya ada tiga nabi palsu yang memproklamirkan diri di semenanjung dan satu lagi di bani Taghlab. Mengapa tidak seorangpun yang berebut mendapatkan 'perihal' di Tsaqifah ada yang menyinggung ancaman pergerakan-pergerakan tersebut dan mengajak untuk bersatu padu menghadapinya serta memadamkan sumber-sumber fitnahnya dan setelah itu baru dapat menyelesaikan 'perihal' berikut menguasainya? Adalah benar persoalan ini telah hadir dalam benak Abu Bakr dan kelak yang paling pertama dilakukannya adalah memadamkan semua fitnah tersebut namun ia tidak menyinggung sama sekali dalam pidatonya. Menurut pendapat kami ia harus menyinggungnya. Dalam perdebatan yang berlangsung di Tsaqifah ada sebagian pendapat mengatakan bahwa orang-orang al-muhajirin niscaya akan menolak jika kepemimpinan berada di tangan al-anshar karena mereka adalah sahabat Rasulullah yang pertama "kami adalah keluarga dan pendukung pertamanya, dengan dasar apa kalian (al-anshar) menentang kami sesudahnya?", ada pula yang mengatakan: dari kami ada pemimpin dan dari kalian ada pemimpin. Kami tidak rela menerima keputusan selain itu. Ketika Sa'd ibn 'Ubadah mendengar pendapat tersebut ia segera mengatakan: ini adalah kelemahan pertama. (Tabari, vol. three/219). Ia menyatakan kelemahan alanshar karena bagaimana umat memiliki dua pemimpin: satu dari al-anshar dan satu lagi dari almuhajirin? Apakah ada satu umat atau dua umat? Sebenarnya ia menginginkan kalau dukungan al-anshar seluruhnya tertuju pada dirinya.
Hal ini tidak berarti bahwa kenyataan itulah yang hendak ditempuh oleh Abu Bakr dan Umar berikut kelompoknya, sebab keduanya merupakan kesinambungan tradisi Rasulullah dipandang dari segala aspek. Oleh karena itu selama kepemimpinan keduanya urusan umat menjadi lancar, keadaan sejahtera dan perjuangan Rasulullah berlanjut mencapai kesuksesannya bahkan melebihi focus on yang pernah diperhitungkan sebelumnya. Namun problema muncul ketika kepemimpinan dipegang oleh orang-orang yang tidak menerima cara-cara mengurus kepentingan umat langsung dari Rasulullah dalam bentuk yang mendalam dan tepat. Maka yang terjadi adalah kepentingan politik lebih diprioritaskan dari pada ketentuan iman padahal kepentingan iman yang justru prioritas utama pada masa kepemimpinan Abu Bakr dan Umar. *** Setidaknya Abu Bakr baru muncul pada waktu dhuha hari Rabu 14 Rabiul Awal/10 Juni 632M. Sumber-sumber mengatakan bahwa ia datang setelah mendapat berita atas wafatnya Rasulullah seakan-akan tidak tahu-menahu perkembangan yang terjadi sedangkan Madinah seluruhnya dalam suasana berkabung, panik dan bingung. Cukup mengherankan bahwa sumber-sumber tersebut menggambarkan Abu Bakr seakan dengan tenang istirahat di rumah isterinya Umm Kharijah Habibah. Yang diketahuinya hanyalah keadaan Rasulullah yang membaik sewaktu ia meninggalkannya dan pamit beberapa hari yang lalu. Namun ada satu baris dalam kitab alBidayah wa al-Nihayah karya Ibn Katsier yang barangkali akan memperjelas keadaan yang mengherankan ini. Dikatakan: ".. maka Salim ibn Ubaid pergi memberitahu Abu Bakr di Sunh berita wafatnya Rasulullah. Setibanya di tempat, Abu Baka langsung masuk kamar dan melihat wajah Rasulullah untuk memastikan bahwa beliau benar-benar telah wafat". Apakah baru saat itu Abu Bakr mengetahui wafatnya Rasulullah? sungguh mengherankan!
Apa buku sirah nabawiyah terbaik untuk dibaca dan dipelajari? Dr Zakir Naik merekomendasikan sebuah judul kepada sejumlah non muslim dan mualaf yang baru masuk Islam.
Dalam operasi nakhla beliau juga telah menguji kekuatan orang-orang Mekkah dibandingkan dengan kekuatan umatnya untuk suatu pertempuran yang menentukan. Beliau tidak lupa memikirkan pengamanan Madinah dari segala penjuru dengan melakukan perjanjian-perjanjian bersama suku-suku penting seperti Juheina dan bagaimana menarik mereka kedalam barisan umat Islam. Bahkan beliau merencanakan untuk menjadikan Yanbu' sebagai foundation kekuatan bagi Juheina demi keamanan Madinah. Terakhir beliau mengutus mata-mata untuk memantau pergerakan kafilah dan untuk mendapatkan informasi lengkap. Setelah segala sesuatunya telah dipelajari dan diperhitungkan secara matang, terutama mengenai kemampuan pasukannya, beliau lalu mengambil keputusan untuk mencegat kafilah dengan tidak mengabaikan perlunya mempersiapkan pasukan cadangan sebagai antisipasi terjadinya perang. Pada saat fajar menyingsing tanggal twelve Ramadlan 2H/ Maret 624M Rasulullah bersama para pengikutnya yang suka-rela bergerak menuju Baqie' dan disana seperti biasanya, sementara mengatur barisan beliau juga tetap memberikan kesempatan kepada mereka yang terlambat untuk segera bergabung.
karena ini hanyalah ilusi akibat sihir Muhammad. Demikian itulah benteng pertahanan terakhir Qureisy yang nampaknya paling ampuh karena setelah itu hampir dikatakan bahwa laju perkembangan dakwah di Mekkah sudah berhenti sama sekali. Keputusan untuk menanamkan keyakinan bahwa yang dilakukan Muhammad hanyalah sihir semata adalah hasil pertemuan panjang kaum penentang di Mekkah yang rinciannya dimuat dalam buku-buku Sirah. Kemudian terjadi peristiwa isra'-mi'raj yang merupakan tanda dukungan Allah kepada Rasul-Nya dalam menjalani masa-masa berat dan semacam konpensasi atas tantangan dan kekufuran yang menghadangnya; seakan-akan Allah ingin mengatakan kepadanya bahwa jika mereka mendustakanmu, mengecewakan, memerangi dan tidak percaya kepadamu, Aku akan memperlihatkan bagaimana tingginya kedudukanmu di sisi-Ku dengan melakukan isra' dari Mekkah ke Bait Al-Maqdis untuk mengimami shalat para Nabi lalu mi'raj melintasi seluruh langit memasuki kerajaan-Ku dan semakin mendekat kepada-Ku hingga melihat cahaya-Ku. Dan demikianlah yang dirasakan oleh Muhammad setelah menjalani isra'-mi'raj; jiwanya bertambah kuat dengan keimanan semakin mendalam demikian juga keimanan para pemuka sahabatnya seperti Abu Bakar, Umar dan lain-lain sementara mereka yang tadinya hanya ikutikutan menilai isra'-mi'raj sebagai sesuatu yang tak mungkin terjadi. Tapi semua ini tidak menghalangi Rasulullah melanjutkan dan melancarkan dakwahnya walaupun membawa tekanan baru dalam jiwa. Jika dakwah kepada orang-orang Mekkah sudah tertutup harapan maka beliau mengarahkannya kepada orang-orang pendatang atau dengan ditemani Abu Bakar beliau mengunjungi perkampungan-perkampungan suku di sekitar kota Mekkah yang bagimanapun hasilnya adalah minim.
Kita masih tetap mengacu kepada riwayat Bukhari, karena keaslian dan bebasnya dari tambahan dan penyelewengan. Telah ditegaskan terdahulu betapa kerugian yang menimpa Sirah jika ditulis dan diuraikan tanpa pengecekan seksama atau penelitian yang cermat. Ibnu Hisyam yang mengutip pendapat Abdullah ibn Zubeir menyatakan wahyu melalui mimpi yang pada gilirannya dikutip oleh Heikal tidak langsung tetapi melalui tulisan Emile Dermenghem, telah mengakibatkan buku sirah nabi muhammad terabaikannya nilai-nilai yang terkandung dalam proses dan cara turunnya wahyu. Bagaimanapun, mimpi bukanlah kenyataan melainkan kesan yang dirasakan oleh seorang yang tidur dan akan terhapus apabila bangun dari tidurnya. Nilai-nilai yang agung dalam kesadaran Muhammad menerima wahyu di antaranya adalah bahwa beliau merupakan bukti bagi pengalaman manusia menjalani sebuah peralihan spiritual. Beliau mengalami perasaan-perasaan takut, ragu, bingung dan bimbang bahkan derita yang mengiringi lahirnya perasaan-perasaan semacam ini dalam diri manusia, yang kemudian berganti menjadi harapan, optimisme, kepercayaan diri dan kebenaran mengenai apa yang dialami dan makna serta substansi pengalaman itu sendiri. Proses peralihan dari position sebagai manusia biasa menjadi Nabi dan Rasul sepenuhnya berlangsung secara pengalaman manusiawi. Sama dan sesuai dengan pernyataan al-Qur'an surah al-Isra' “katakanlah Muhammad, Maha suci Tuhanku, bukankah aku hanya sebagai manusia Rasul”. Hal ini mempunyai nilai ganda. Statusnya sebagai manusia agar menjadi suri tauladan bagi segenap manusia dalam mengurus dan mengatur kehidupan. Sedangkan statusnya sebagai Rasul agar menjadi petunjuk bagi segenap manusia dalam menjalani kehidupan menuju akhirat.
mengikuti tradisi Nabi Musa as. Dalam konteks ini juga sesampainya di Madinah Rasulullah berhak memberlakukan aturannya kepada penduduk Madinah berdasarkan persetujuan perjanjian, tetapi beliau tidak melakukannya. Beliau tetap meminta ada kelompok elit Madinah yang dipilih untuk membantu beliau menjalankan urusan-urusan umat. Contoh ketiga adalah pada perang hudeibiya. Tatkala beliau berhenti di kawasan hudeibiya yang merupakan ambang pintu Mekkah untuk mengadakan musyawarah dengan para sahabatnya. Sementara itu beliau telah mengutus Utsman ibn Affan untuk mencari informasi mengenai keadaan kota Mekkah dan keinginan penduduknya. Keterlambatan Utsman kembali mengakibatkan tersebarnya isu bahwa ia sudah terbunuh dan seketika emosi kaum muslim meluap. Mereka mengharapkan dikeluarkan perintah Rasulullah menyerbu Mekkah. Kemungkinan akan pecah perang sangat besar, sehingga situasi telah berubah. Niat semula, rombongan datang ke Mekkah untuk menunaikan ibadah umroh, sehingga bekal persenjataan yang mereka bawa hanyalah beberapa pedang. Tetapi Rasulullah sudah melakukan antisipasi dengan membekali anggota rombongan dari suku khuza'ah yang berangkat paling akhir dengan persenjataan lengkap. Maka tatkala perang tidak dapat dihindari Rasulullah kembali mengajak seluruh pengikutnya bermusyawarah, barangkali di antara mereka ada yang tidak ingin perang. Rasulullah kemudian mengumumkan bahwa siapa yang tidak ingin perang boleh kembali ke Madinah tanpa dipersalahkan atau disesali. Namun tiada satupun yang menyatakan hasratnya untuk kembali ke Madinah; berarti ada kesepakatan untuk ikut perang. Akan tetapi karena sikap konstitusionalnya dan penghargaannya kepada asas musyawarah, Rasulullah tidak merasa cukup dengan kesepakatan (implisit) tersebut.
warnanya. Jika saja tubuh beliau tidak berubah selama hampir dua hari, tentu ada kemungkinan pandangan Umar benar dan perlu tetap menunggu. Tapi setelah melihat bukti tersebut ia yakin sepenuhnya bahwa Rasulullah telah tiada dan pandangan Umar tidak benar. Mengikuti riwayat selanjutnya mengatakan:"..lalu Abu Bakr berdiri di samping mimbar dan mengajak orang-orang untuk berkumpul. Perama-tama Abu Bakr mengucapkan syahadat kemudian melanjutkan 'sesungguhnya Allah telah memberitakan akan kematian Rasul-Nya sementara beliau masih hidup di tengah-tengah kalian seperti halnya memberitakan akan kematian kalian juga. Segala sesuatu yang hidup akan mengalami kematian, yang abadi hanyalah Allah semata. Allah berfirman:”Muhammad hanyalah seorang Rasul yang telah didahului oleh Rasul-Rasul lainnya; apakah kamu sekalian akan kembali (menjadi kafir) seperti sedia kala jika ia meninggal atau terbunuh? dan barangsiapa yang berbalik maka tidak akan merugikan Allah sama sekali dan Allah akan memberi pahala bagi orang-orang bersyukur”45. Umar segera bertanya apakah ayat tersebut ada dalam kitab Allah?“Demi Allah serasa aku belum pernah mendengar ayat tersebut kecuali hari ini” (lebih lanjut Abu Bakr menyambung) “sesungguhnya Allah telah berfirman kepada Muhammad sebagai berikut: ((Sungguh engkau (Muhammad) akan mati dan mereka juga akan mati)) Firman-Nya lagi: ((Segala sesuatu akan binasa kecuali Allah dan kepada-Nya lah kamu sekalian akan kembali)) dan Firman-Nya lagi: ((Setiap jiwa akan mengalami kematian, dan pahala untuk kamu sekalian akan dipenuhi pada hari kiamat)) dan Firman-Nya lagi: ((Siapa pun yang berada di atas bumi akan binasa dan Dzat Tuhanmu yang Maha Agung dan Mulia akan tetap abadi)) Abu Bakr lebih lanjut mengatakan:"Sesungguhnya Allah telah menganugerahkan umur panjang kepada Rasulullah dalam meletakkan dasar-dasar agama, memenangkan agama Allah, menyampaikan risalah-Nya dan berjuang di jalan Allah.
Di sini seperti biasanya Abu Jahal tetap mengolok-olok dakwah Islam. Oleh karena itu, sementara Rasulullah melakukan persiapan pasukan, beliau mengutus dua orang sahabat yaitu Thalhah ibn Ubeidillah dan mentioned ibn Zaid ibn Noufeil untuk melakukan pemantauan dan mencari informasi mengenai kafilah ketika sedang melewati wilayah kekuasaan salah seorang pemimpin Juheina yaitu Kasyd di dekat Houran. Pada saat kafilah sedang lewat Abu Sufyan sempat bertanya kepada Kasyd apakah ia ada melihat mata-mata Muhammad? yang dijawabnya tidak, sedangkan kedua utusan Rasulullah sedang bersembunyi di dalam rumahnya. Dan segera setelah kafilah berlalu kedua utusun itu beranjak kembali menghadap Rasulullah melaporkan hasil pemantauannya kemudian disusul oleh Kasyd. Rasulullah memuji sikap Kasyd dan menawarkan kepadanya daerah Yanbu' tetapi ia menolak tawaran itu untuk dirinya lalu menyerahkan kepada sepupunya. Ada sementara pendapat yang mengatakan bahwa penawaran Rasulullah sebagai hadiah kavling wilayah kekuasaan kepada Kasyd, padahal sesungguhnya Yanbu' masih terbilang wilayah kekuasaan Juheina dimana Kasyd salah satu pemimpinnya. Yang benar adalah Rasulullah menginginkan Kasyd agar berpindah tempat dari Houran ke Yanbu'. Uraian mengenai info-details ini semakin menambah yakin kita akan kejelian pandangan Rasulullah dan strategi perencanaannya yang panjang dan berwawasan jauh ke depan. Beliau menerima wahyu, memperoleh petunjuk dan bimbingan langsung dari Allah namun bertindak secara manusiawi agar tindakannya menjadi pedoman dan tauladan yang dicontoh. Berdasarkan knowledge dan informasi yang diterimanya dan setelah yakin akan keamanan kaum muslim jika melakukan operasi mencegat kafilah, beliau mengajak para sahabatnya untuk segera 86
Menceritakan tentang ciri-ciri Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam, kemuliaan akhlaq beliau dan mukjizat-mukjizat yang diberikan Allah kepada beliau sebagai bukti kebenaran risahnya.
Penulisan Sirah pun dilakukan dengan semangat emosional. Hal ini terlihat pada formulasi mengambang dalam karya Abdul Malik ibn Hisyam yang menguraikan tulisan-tulisan Ibn Ishaq berdasarkan kecenderungan intelektual pribadi, sehingga yang dituangkan dalam riwayatnya hanya yang sejalan dengan kajian fiqh, sementara yang lain diabaikan meskipun dari sudut kajian sejarah justeru sangat penting. Oleh karena itulah maka Sirah versi Ibn Hisyam, yang kemudian menjadi standar penulisan sejarah Nabi pada masa-masa selanjutnya, tidak memiliki ketelitian, perbandingan, pengecekan berita dan pertalian peristiwa. Tidak heran jika penulisan Sirah selanjutnya menjadi ‘beku’ dan tidak inovatif karena hanya terbatas pada pembetulan nama dan tanggal peristiwa, penambahan paragraf berdasarkan hadis-hadis Nabi dan penjelasan syarh1. Dengan kata lain, pengkajian sejarah mengalami stagnasi, sehingga Sirah tidak lagi merupakan salah satu sarana untuk mengenal dan memahami Islam tetapi lebih sesuai sebagai bahan ceramah dan pidato. Kecenderungan fiqih yang sektarian disamping mengakibatkan formulasi Sirah yang mengambang, juga telah mengabaikan karya al-Waqidi, al-Magazy (Sejarah peperangan Rasulullah), demikian pula terjadi distorsi dalam karya Ibn Sa'd, al-thabaqat yang memuat biografi sejumlah perawi dari masa ke masa. Bahkan suatu karya tulis dalam bentuk ringkasan yang penuh kerancuan telah menggantikan posisi sumber-sumber asli tersebut. 1
Panitia memberi tenggat waktu selama kurang lebih satu tahun penulisan. Lalu, pada Muktamar kedua pada 1977 M, panitia menggelar pengumpulan dan penilaian dari seluruh peserta.
Tapi jika saatnya nanti telah tiba beliau akan bertindak lain sesuai dengan kejujuran dan komitmennya terhadap perlunya musyawarah. Saat itu golongan Al-Anshar belum diwajibkan ikut bertempur, karena perjanjian Aqabah II sebagai landasan Hijrah Rasulullah ke Madinah hanya menyebutkan kewajiban melindungi Rasulullah dan Islam dari segala ancaman di Madinah; justru tidak untuk bertempur di luar Madinah. Tapi ternyata dengan adanya berita yang lengkap mengenai kafilah dan keberhasilan Rasulullah menanamkan keimanan pada diri mereka, serta dalam rangka membuktikan cinta mereka kepada Rasulullah dan kepercayaan sepenuhnya akan kepemimpinannya, maka tiada satu pun di antara mereka yang menolak jika Rasulullah mengumandangkan perang. Bahkan semangat perjuangan yang mereka miliki sedemikian tinggi sehingga seseorang di antara mereka harus melakukan undian bersama putranya untuk menentukan siapa yang harus tinggal menjaga keluarga. Semangat bukan saja didorong oleh melimpahnya harta yang akan diperoleh dari perang melainkan juga semangat untuk mati syahid. Sehubungan dengan ini diriwayatkan bahwa Sa'd ibn Khaithama melakukan undian bersama Ayahnya untuk menentukan siapa yang ikut perang, ia berkata:“Seandainya bukan karena syurga niscaya aku mengorbankan kepentinganku, sesungguhnya aku ingin mati syahid dalam perang ini”. Selanjutnya sang Ayah berkata pula:“Berikanlah kesempatan ini kepadaku dan kamu tinggal bersama keluarga”, lalu keduanya pun melakukan undian yang dimenangkan oleh sang putra dan menjadi syahid dalam perang Badr”. (Al-Waqidi, Vol. one/twenty). Ini adalah salah satu contoh betapa Rasulullah telah berhasil dalam dakwahnya dengan cara didikan yang baik dan ketauladanan yang tinggi serta kepemimpinan yang tidak menggunakan sistim tekanan dan paksaan. eighty three
كتاب مفيد لطيف متوسط الحجم، الشيخ الندوي قال في مقدمته أن الكتاب لطلاب أو سن الثانوية، وأنا أرى أنه الآن ينفع سن الجامعة لاختلاف الثقافة ودرجة المعرفة للأجيال، الكتاب سلس وبسيط لغةً ومحتوى، الخرائط مفيدة وبتساعد علي التصور.